Finairakara.com — Hai, hai, apa kabarnya teman-teman dan kakak-kakak di sini? Semoga selalu diberkahi Allah di setiap tarikan napas, diberikan ridho juga syafaat di akhirat.
بِسْـــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Alhamdulillah, qadarullah beberapa waktu lalu dihubungi tim DMC Palembang ini untuk sharing melalui grup WA komunitasnya. Nah, untuk menyimpan hal-hal yang disampaikan waktu itu, aku mempublikasikannya di blog dengan harapan agar meluaskan manfaat dan semoga menjadi setitik syafaat bagiku di yaumil hisab nanti.
Semoga kita jadi sahabat yang saling mengikat dengan kebaikan. Aku bukan ustadzah, jadi sebaiknya jangan dipanggil ustadzah. Ilmunya belum sampai. Maka itu niatnya di sini mau sekadar sharing saja, berbagi apa yang alhamdulillah sudah aku pelajari dari guru-guru, murobbi ruuhi. Nah, aku sampaikan kembali ke teman-teman di grup DMC Palembang dan pembaca yang melintas di blog ini.
MasyaAllah tabarakallah, semoga kita juga dikuatkan nih ikatan kita sampai Jannah, sebagai orang-orang yang senantiasa berusaha hadir di majelis dan menghidupkan sunnah Rasulullah. Siwaknya jangan lupa ya banat, sebelum menimba ilmu.
“La nuriidu minkum jazaa-an, wa laa syukuuran.”
“Kami tidak menghendaki balasan dan tidak pula ucapan terima kasih.”
Sering kali kita itu lalai untuk berusaha bersyukur dan ikhlas sama setiap ketentuan Allah. Padahal, andai kita yakin bahwa balasan Allah begitu indah dan bisa meluruhkan segala lelah. Kenapa pula kita masih sering sibuk sama pengakuan manusia?
Seperti kata Syarifah Afaf Sakinah al-Haddar, “Allah itu harus selalu jadi tujuan. Dengan berharap ridho Allah, SURGA ITU CITA-CITA.”
Allah sangat tahu apa yang ingin kita tuju, Allah loh tahu seberapa kita berjuang, Allah tuh tahu seberapa lelah kita, seberapa sering kita nangis diam-diam. Terus bukannya penilaian Allah saja sudah cukup? Memang ujian ikhlas itu enggak pernah mudah. Begitu juga syukur.
Yakinlah bahwa kita sedang menuju ridho Allah yang di atas segalanya. Enggak perlu berharap kepada manusia. Sudahkah kita menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan?
Karena kita ingin dilihat Allah sebagai muhsinin. Menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalau enggak bisa, maka yakinlah kalau Allah itu melihat kita.
Muttawaqilin, hamba yang tawakal. Minta sama Allah, pasrah sama Allah. Ikhlas bahwa segala sesuatu yang hadir itu adalah bagian dari takdir Allah.
Yakini dengan sadar bahwa setiap hal itu adalah bagian dari takdir Allah. Bahkan kamu berkedip saat ini juga bagian dari takdir. Terus kenapa kita harus selalu sadar kalau semuanya bagian dari takdir?
Biar kita gak terlalu sedih sama yang gak dikasih ke kita. Juga biar kita gak terlalu gembira sama apa yang diberikan ke kita.
Kita itu sebenarnya sudah dicukupkan sama Allah, dikasih takdir cukup sama Allah. Tapi barangkali enggak seperti yang kita inginkan.
Padahal sering kita baca juga insyaAllah, اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” Q.S. Al-Insyirah 6
Allah tuh bahasainnya pakai ma’al bukan ba’dal. Allah itu al-Ghoni, al-Mugni, al-Khabit wal Basit.
Coba bayangin di laut segitu dalam dan luasnya, ada loh ikan yang bisa hidup di dasar laut. Yang bahkan kalau kapal selam besi saja enggak bisa bertahan lama.
Siapa yang ngasih makan dan kehidupan di dasar laut ke makhluk? Allah.
Bedakan hajat dengan raghaba. Apa itu hajat? Kebutuhan. Apa itu raghaba? Keinginan.
Hiduplah sesuai keselarasan dengan merasa cukup. Ikhlas menerima segala takdir Allah itu juga bentuk rasa syukur.
Kalau di Jawa itu ada istilah, nrimo ing pandum. Artinya, menerima yang sudah dikasih.
Mari bersama kita berusaha jadi hamba yang selalu beribadah pada Allah secara dhohir wal bathin, lisan yang selalu berdzikir dan terhindar dari maksiat, hati yang merasa cukup, ikhlas dan sadar akan segala takdir Allah, dan mencintai rasulullah juga para ulama dengan sebenar-benar cinta.
Karena syukur itu amplifier kebaikan, landasan semua hubungan baik. Kalau kita bangun hubungan yang baik sama nabi, insyaAllah Allah baikkan hubungan kita sama manusia.
Kalau ada musibah, ayo kita contoh para ulama yang selalu menengok dulu sama diri sendiri. Muhasabah diri. Karena dosa itu ngaruh sama kehidupan kita. Bisa jadi, musibah yang kita terima itu adalah hasil dari maksiat kepada Allah. Naudzubillahimindzalik.
Sesi QnA
Nama : Wela Listari
Domisili : Kerinci Jambi
Pertanyaan: Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, izin bertanya kak, Apakah surga dan neraka sudah dihuni oleh manusia sekarang ini sebelum kiamat dan Mengapa kita harus percaya adanya surga dan neraka?
Jawaban: Semoga ayat ini menjadi landasan kita, karena sebagaimana kita mencintai Allah. Maka sudah sepatutnya kita tuh sami’na wa atho’na.
وَ الرّٰسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ اٰمَنَّا بِهٖ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۚ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّاۤ اُولُوا الْاَ لْبَا بِ
“Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur’an), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal.” Q.S. Ali ‘Imran 7
Kalau bicara soal pendapat ulama, ada perbedaan pendapat. Yang pertama, sudah berpenghuni. Ambil dari mana? Karena pas Rasulullah mi’raj, juga di mimpi-mimpi beliau, dikabarkan beliau melihat surga dan neraka, beserta penghuninya.
Nah, pendapat kedua, belum berpenghuni. Jadi masih semacam … dikabarkan dulu. Karena Rasulullah kan yang pertama mengetuk pintu surga, dan malaikat penjaga pintu surga itu bilang kalau pintu itu gak boleh dibuka sebelum Nabi Muhammad.
Pendapat lainnya gabungan kedua pendapat sebelumnya. Kalau surga dan neraka dihuni ruh tanpa jasad.
Wallahu’alam bishowab.
Pertanyaan Kedua
Nama : hamba Allah
Domisili : Prabumulih
Pertanyaan: Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh ustadzah boleh nanya cara mengikhlaskan orang yg telat tiada itu gimana ya? Soalnya semakin kita melupakan semakin kuat pula ingatan itu kembali lagi. Jazakillahu khairan ustadzah mohon jelaskan.
Jawaban: Waalaikumussalam wa rahmatullah wabarakatuh, saya teh jangan disebut ustadzah, ilmunya belum sampai.
Ahsan, bismillah, semoga kita semua dikaruniakan ke-ikhlasan yang cukup. Dikaruniakan surga dari keseharian ukhti belajar ikhlas.
Ini mau cerita sedikit dari kajiannya Ustadzah Halimah Alaydrus, semoga Allah merahmati beliau. Dan atas keberkahan beliau, kita juga diberkahi Allah.
Beliau ketemu sama Hubabah Khadijah, yang masyaAllah rindu banget sama kematian, sebagaimana orang lain rindu dengan kehidupan. Saking kangennya sama Allah, beliau tuh pengin cepetan ketemu sama Allah juga pas dapet kabar kenalan beliau wafat duluan. Beliau senyum dan bilang enak banget si fulan ya Allah.
Terus gak lama, kan orang mau wafat tuh kayak kerasa gitu ya, apalagi beliau orang masyaAllah sholih waliyullah. Khodamnya cerita tuh, kalau habis Maghrib, Hubabah bilang sama khodam-nya untuk nemenin beliau buruan sholat Isya’, katanya mau ke kondangan. Ceria banget, sueneng banget. Mandi, wangi banget, rapi, pokok beneran kayak mau kondangan.
Sholat deh tuh beliau, Isya’, witir, baca doa khotmil Qur’an, semua ibadah dikerjain.
Sampai khodamnya tuh heran, hubabah segembira itu mau kondangan.
Pas selesai ibadah, khodamnya nanya, kok tumben witirnya 11 rakaat sekarang. Biasanya 3 rakaat besok dini hari. Hubabah jawab, mau kondangan.
Tapi hubabah pergi ke kamarnya dan berbaring di kasur. Sambil melihat ke langit-langit kamar beliau. Ceria banget pokoknya.
Ditanya lagi sama khodamnya, katanya hubabah mau kondangan? Siapa yang ngundang?
Hubabah jawab, saya diundang Allah.
Dengan ceria dan tersenyum, seolah mau ketemu sama Kekasih setelah sekian lama menanti. Bersabar di dunia. Akhirnya beliau dijemput Rabb-nya.
Dari cerita ini, semoga menjadi penghiburan dan pengajaran buat kita. Semoga hati yang sudah ditinggal, adalah sakit yang akan terobati dengan ikhlas.
Cara ikhlas tuh kata Ustadzah Ummu Muhammad al-Khirid ada 3, jangan cinta dunia, nafsunya diinjak biar gak naik, dan fokus tujuan akhirat.
Kalau ditinggal sama yang kita cintai, jangan, jangan melupakannya. Ingat itu terus dengan hati lapang, berat memang sangat berat tentu saja. Ibarat kita kalau kangen udah enggak bisa lihat/ketemu lagi secara dzohir di dunia. Semoga sedihnya menjadi sebab pengampunan dari Allah, Ukh.
Kalau kangen, sebut namanya, kirim alfatihah, kirim sholawat, hadirkan di majelis ilmu namanya. Itu cara kita mencintai orang yang sudah tiada. Terlebih jika itu ortu.
Innalillahi wainnailaihi rojiun, sesungguhnya kita ini milik Allah dan kepada Allah kita akan kembali.
Coba yuk kita baca kembali bagaimana kisah shahabiyah Nabi, Ummu Sulaim dan Abu Thalhah. Ketika kehilangan putranya.
Dan ada hadits qudsi juga kurang lebih begini, “Allah ta’ala berfirman, tiada balasan yang akan kuberikan kepada hamba-Ku yang beriman yang nyawa kekasihnya di dunia Aku cabu, lalu dia menerimanya dengan hati ikhlas kecuali dengan balasan surga.” (HR. Muslim)
Wallahu’alam bishowab.
Sepatah kata di akhir perjumpaan kita malam ini, semoga ridho saya sampaikan sedikit dari luasnya nasihat Ustadzah Ummu Muhammad al-Khirid, bahwa,
Kata Imam al-Haddad, “Hiasilah hati untuk selalu ikhlas, karena sifat riya’ akan melemparkanmu kepada kehancuran.”
Yang paling mulia turun dari langit itu Taufik, yang paling mulia naik ke langit itu ikhlas. Ikhlas itu sirr-nya Allah, makanya enggak ada orang yang dapetin kecuali hamba yang dicintai Allah.
Karena Allah gak akan pergi ninggalin kita. Makanya yakin sama Allah. Siapa yang paling bahagia hidupnya? Orang yang beriman dan cinta pada Allah dan Rasulullah.
ﺭَﺏِّ ﺍْﻧﻔَﻌْﻨَﺎ ﺑِﻤَﺎ ﻋَﻠَّﻤْﺘَﻨَﺎ، ﺭَﺏِّ ﻋَﻠِّﻤْﻨَﺎ ﺍَّﻟﺬِﻱْ ﻳَﻨْﻔَﻌُﻨَﺎ، ﺭَﺏِّ ﻓَﻘِّﻬْﻨَﺎ ﻭَﻓَﻘِّﻪْ ﺃَﻫْﻠَﻨَﺎ، ﻭَﻗَﺮَﺍﺑَﺎﺕِ ﻟَﻨَﺎ ﻓِﻲ ﺩِﻳْﻨِﻨَﺎ، ﺗَﻮَﺳَّﻠْﻨَﺎ ﺑِﺘَﻌَﻠُّﻢٍ، ﺗَﻮَﺳَّﻠْﻨَﺎ ﺑِﺘَﻌْﻠِﻴﻢٍ، ﺍَﻥْ ﺗَﺮْﺯُﻗَﻨَﺎ الوَاسِعَةَ، ﻭَﺍَﻥْ ﺗَﺮْﺯُﻗَﻨَﺎ ﺍﻷَﻣَﺎﻧَﺔ
Ke depannya insyaAllah aku akan sering mengunggah catatan taklim, nasihat-nasihat para murobbi tentu akan sangat bermanfaat apabila disebarkan kembali. Semoga Allah meridhoi beliau para asatidz-asatidzah sekalian. Atas keberkahan beliau, atas rahmat Rasulullah, semoga Allah juga meridhoi kita.
Ahsan, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.