Finairakara.com – Elvira Sari Dewi, seorang wanita berusia 32 tahun, telah menjalani perjuangan panjang melawan Lupus atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE) selama lebih dari satu dekade. Didiagnosis dengan penyakit autoimun ini pada usia 20 tahun, Elvira menghadapi perjalanan yang penuh tantangan, baik secara fisik maupun emosional.
Ketika Elvira masih menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB), dia mulai merasakan gejala-gejala yang tidak biasa, seperti kaki bengkak dan nyeri sendi. Meskipun awalnya diduga terkena infeksi Chikungunya, hasil pemeriksaan akhirnya mengungkapkan bahwa Elvira menderita Lupus. Diagnosis ini tidak hanya mengejutkan, tetapi juga mengecewakan, terutama karena Elvira bercita-cita untuk menjadi seorang dokter.
Penyakit Lupus dan Odapus
Lupus dikenal sebagai “penyakit seribu wajah” karena gejalanya yang sangat bervariasi dan sulit dideteksi. Penderita sering kali mengalami gejala yang mirip dengan penyakit lain, seperti demam tinggi atau gangguan ginjal, namun tidak merespon pengobatan standar. Gejala yang tidak konsisten ini seringkali menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan penanganan yang tepat.
Menghadapi kenyataan sebagai seorang odapus (orang dengan Lupus) tidaklah mudah. Elvira harus berjuang melawan stigma dan kesulitan emosional yang datang bersamaan dengan penyakitnya. Namun, dengan keteguhan hati dan dukungan dari berbagai pihak, Elvira mulai mencari solusi dan menemukan cara untuk membantu dirinya sendiri dan orang lain yang mengalami kondisi serupa.
Kompres Dingin untuk Odapus
Salah satu penemuan penting Elvira adalah penggunaan kompres dari gel ungu ubi jalar atau singkong yang dikenal sebagai samcho. Gel ini, yang awalnya digunakan untuk menghilangkan panas, terbukti efektif dalam meredakan gejala Lupus. Samcho dapat digunakan dengan mudah, cukup ditempelkan di dahi selama sekitar 20 menit sebelum tidur. Penemuan ini memberikan harapan baru bagi penderita Lupus yang mencari cara alami untuk mengurangi penderitaan mereka.
Dukungan terhadap temuan ini datang dari berbagai pihak. Elvira kemudian bergabung dengan Yayasan Kupu Parahita, sebuah organisasi yang berfokus pada dukungan dan pendidikan tentang Lupus. Yayasan ini didirikan pada 26 Juli 2008 di Malang, Jawa Timur, dan bertujuan untuk berbagi informasi serta memberikan dukungan kepada odapus di berbagai kota di Jawa Timur. Parahita, yang berarti “peduli pada sesama” dalam bahasa Sansekerta, menjadi wadah bagi para penderita Lupus untuk saling mendukung dan bertukar pengalaman.
Dalam perjalanannya, Elvira juga terlibat dalam pendirian Pusat Kajian Lupus bersama pakar lupus lainnya, seperti Profesor Handono dan Profesor Kusworini. Pusat ini berfungsi sebagai pusat penelitian, pendidikan, dan pengabdian kepada masyarakat terkait Lupus. Pada tahun 2017, Elvira dipercaya untuk memimpin Yayasan Kupu Parahita, di mana dia terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan bagi pasien Lupus.
Yayasan Parahita untuk Lupus
Komunitas Parahita juga mendapat dukungan dari Kelompok Kajian Lupus, yang kini dikenal sebagai Kelompok Kajian Lupus Autoimun dan Alergi (KK LAURA). Di bawah kepemimpinan Dr. Cesarius Singgih Wahono, KK LAURA berkomitmen untuk terus mengembangkan penelitian dan dukungan bagi pasien Lupus di Indonesia.
Universitas Brawijaya, di mana Elvira menempuh pendidikan, turut mendukung upaya ini melalui berbagai kegiatan pengabdian masyarakat. Kerjasama antara Universitas Brawijaya dan Yayasan Kupu Parahita semakin memperkuat misi mereka untuk membantu pasien Lupus menghadapi tantangan penyakit ini.
Prestasi dan kontribusi Elvira Sari Dewi dalam dunia kesehatan dan dukungan terhadap pasien Lupus mendapat pengakuan luas. Salah satunya adalah penghargaan dari Astra melalui Satu Indonesia Award (SIA), yang mengakui perannya dalam membawa perubahan positif bagi masyarakat.
Elvira telah membuktikan bahwa meskipun Lupus adalah penyakit yang menantang, semangat dan komitmen untuk berbagi serta mendukung sesama dapat mengatasi berbagai rintangan. Dengan terus bekerja sama dan berinovasi, diharapkan dukungan dan penanganan untuk pasien Lupus di Indonesia akan semakin berkembang di masa depan.