Tradisi Ramadan di Berbagai Daerah di Indonesia
Momen menjelang lebaran tahun ini, akhirnya aku lalui dengan perjalanan mudik yang sesungguhnya. Tahun ini kami berniat untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga suami di Lombok. Karena selama tiga kali lebaran kami rayakan di rumah orangtuaku, meskipun harus menempuh perjalanan panjang yang lumayan menguras tenaga, biaya, dan jiwa ini tetap kami lakukan. Karena ini pula aku jadi tahu tradisi ramadan di berbagai daerah di Indonesia yang berbeda dengan di daerah tinggalku.
Tradisi ramadan di malang cenderung mengikuti budaya Jawa, misalnya ada pembagian berkat berisi ketan di malam 21 dengan sebutan likuran. Lalu ada juga tradisi megengan untuk menyambut bulan ramadan dengan berbagi berkatan juga. Kemudian ‘war takjil’ yang akhir-akhir ini menjadi kebiasaan yang aku tinggalkan, haha, ini sepertinya menjadi bagian tradisi ramadan di berbagai daerah di Indonesia.
Finairakara.com – hai, sudah malam ke berapa hari ini, masih semangat puasa dan mengejar keberkahan bulan Ramadan? Ketika di Lombok, tepatnya di Lombok Tengah, aku merasakan nuansa ramadan yang berbeda dari nuansa di Malang. Beberapa hal karena memang dipengaruhi oleh suasana yang baru aku rasakan, bahasa yang masih asing, dan juga palet rasa masakan yang berbeda.
Tradisi Ramadan di Berbagai Daerah di Indonesia
Perbedaan tradisi ramadan di berbagai daerah di Indonesia tentunya dipengaruhi oleh demografis, kondisi wilayah, bahasa, adat, kebiasaan masyarakatnya, dan lain-lain. Seperti tradisi ramadan di Lombok atau Suku Sasak untuk menyambut datangnya malam mulia yaitu malam Lailatul Qadar. Biasanya tradisi ini dilakukan di malam-malam ganjil di bulan Ramadan, khususnya pada malam 25 Ramadan. Selain adanya Rowah atau dzikir dan do’a bersama, buka puasa bersama, kemudian juga menyalakan mal-mal atau dilah jojor.
Penamaannya sendiri mungkin berbeda-beda di berbagai daerah di Lombok, biasanya masyarakat akan membakar mal-mal ini selepas sholat Maghrib sebelum tarawih. Kemudian meletakannya di halaman depan rumah.
Dilah Jojor ini adalah lampu penerangan kecil yang berbentuk seperti obor mini, atau menurutku ini seperti sate lilit karena baik ukuran dan bentuknya serupa. Dilah Jojor terbuat dari buah jarak atau buah jamplung yang ditumbuk kemudian mencampurnya dengan kapas. Setelah itu, caranya dengan merekatkannya di bambu kecil dan membentuk gumpalan. Persis seperti sate lilit bentuknya, sayang aku terlewat tidak mendokumentasikan yang belum terbakar.
Tradisi Ramadan di Berbagai Daerah di Indonesia Malam Takbiran
Sensasi kedua yang kurasakan ketika menjelang akhir Ramadan di Lombok kali ini adalah nuansa malam takbir. Ketika sidang isbat menetapkan 1 Syawal keesokan harinya, Masjid Jami’ At-Taqwa Kawo menggelar lomba pawai takbir. Well, badan kemakmuran masjid menyiarkannya secara live di media sosialnya juga, ini keren sih. Tiap kontingen dari mushola dusun-dusun berbondong-bondong menyiapkan atraksi dan personel terbaik untuk lomba. Bahkan bikin aneka miniatur dan kostum, langgam takbir yang berkumandang juga.
Jujur baru ini merasakan nuansa meriahnya menyambut hari kemenangan yang beneran meriah. Meskipun cuma bisa dengar riuhnya suasana dari dalam rumah, karena bayik yang sensitif sama lingkungan baru dan keramaian kan. Tapi masyaAllah gitu, gak salah memang menyebut Lombok sebagai Pulau 1000 masjid. Gak cuma menang jumlah, tapi juga beneran memakmurkan masjid.
Seperti itu tradisi Ramadan di berbagai daerah di Indonesia wabil khusus di Lombok, semoga bisa menjadi pencerahan.